MAKALAH Pengertian Hadits & Unsur-Unsurnya

Silahkan Download Disini...


PENGERTIAN HADITS DAN UNSUR-UNSURNYA
Mata Kuliah: Ulum Al-Hadits
        Oleh : Ahmad Muflihuddin
BAB I
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna dimuka bumi ini . Semua sisi kehidupan manusia dan makhluk Allah telah digariskan oleh Islam melalui Kalam Allah swt (Al-Qur’an dan Al- Hadits). Al Qur’an sudah jelas di tanggung keasliannya oleh Allah swt sampai akhir nanti, bagaimana dengan Al-hadits. Hadits merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan dikatakan hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap hadits.
           Hadits juga memiliki beberapa bentuk dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat memecahkan dan menjelaskan secara detail salah satu masalah-masalah yang berkembang .
B.     Rumusan masalah :
1.      Bagaimana pengertian hadits?
2.      Bagaimana unsur-unsur hadits?
BAB II
A.    Pengertian Hadits
1.      Menurut Bahasa mempunyai beberapa arti:[1]
a.       Jadid : yang baru. lawan dari al-Qadim (lama) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat, Jama’nya: hidast, hudatsa’ dan hudust.
b.      Qarib : yang dekat, yang belum lama lagi terjadi, seperti dalam perkataan “haditsul ahdi bi’l-Islam” yang artinya orang yang baru memeluk islam..
c.       Khabar : warta, yakni “ma yutahaddatsu bihi wa yunqalu” = sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang, ssama maknanya dengan “hidditsa” dari makna inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah”.
Jamak dari kata hadis bisa hudtsan atau hidtsan dan biasa juga disebut ahadits. Bahkan jamak yang terakhir disebut inilah yang selalu digunakan untuk mengungkapkan hadis-hadis yang bersumber dari nabi, yakni Ahaditsul Rasul.[2]
Adapun dalil yang mengungkapkan bahwa hadis bermakna khabar adalah dalam surah Ath-Thur ayat 34:
...فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوْا صادِقِيْنَ.[3]  
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar.”
2.      Hadis menurut istilah
مَا اُضِيْفَ إلَى النبى ص.م من قوْل أوْفِعْل أَوْ تَقْرِيْر أوْ صِفَة.[4]
“Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.
Menurut ahli hadis, pengertian hadits ialah:
اَقُوْلُ النبى ص.م وَاَفْعَالُهُ وَاحوْلُهُ.    
Segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal ihwalnya atau keadaannya.”[5]
Dikatakan juga bahwa makna segala keadaan Nabi adalah termasuk juga dengan apa yang diriwayatkan dalam kitab sejarah yang sahih, seperti kelahiran beliau, tempatnya dan segala yang menyangkut dengan itu.
Berdasarkan pengetiaan hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan ALLAH yang disyariatkan kepada manusia.
3.      Menurut ahli ushul hadis, ialah:
Ada yang berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh ulama Ushulul Hadis, yang mana ada penegasan di akhirnya bahwa segala yang disandarkan kepada Nabi hanya pada hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagaimana disebutkan:
أقْوَالُهُ صلى الله عليه وسلم وَاَفْعَالُهُ وَتَقَارِيْرُهُ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِهِ حُكْمٌ بِنَا.  
Segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi, yang berkaitan dengan masalah hukum.”[6]
Ini artinya, walaupun disandarkan kepada Nabi tapi tidak ada kaitannya dengan soal hukum maka ia tidak termasuk hadis Nabi. Kurang lebih seperti itu maknanya jika kita merujuk pada pendapat ini.
B.     Sinonim Hadits Dan Pengertiannya
Adapun sinonim dari Hadits adalah: As-Sunnah, Al-Khabar, dan Al-Atsar dengan pengertian sebagai berikut:
1.      Pengertian Sunnah
Secara bahasan atau lughat, Sunnah ialah jalan yang dijalani, terpuji atau pun tidak.[7] Karenanya, sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan maka dinamai dengan sunnah walau pun itu kebiasaan tidak baik.
Salah satu dasar dari pengertian ini misalnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “man tsanna sunnatan hasanatan…” (Barangsiapa mengadakan suatu sunnah (jalan) yang baik…”.[8]
Dari penggalan hadis di atas memaknai kata sunnah dengan jalan.
Adapun menurut istilah sebagaimana pendapat para muhadditsin adalah “Segala yang disandarkan kepada Nabi saw, baik itu perbuatan, perkatann, taqrir (ketetapan), sifat, kelakuan, pengajaran, serta segala perjalanan hidup Rasul, baik itu sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.”[9]
Mengenai kata sunnah yang pernah terucap dalam salah satu hadis Nabi adalah pada hadis mengenai dua hal yang telah dihadiskan oleh Rasul kepada kita yang mana ketika menyebut salah satunya, selain Al-Qur’an, menggunakan kata sunnah tersebut, yakni Sunnah Rasul-Nya.
As-Sunnah menurut ulama hadits adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam  baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat, atau sirah beliau.[10]
Selain itu, sunnah bisa juga diartikan dengan segala dalil syar’i yang telah disepakati oleh fuqaha, yakni Al-Qur’an, hadis Nabi, serta ijtihad para sahabat. Hal ini sejalan dengan himbauan beliau untuk berpegang pada sunnahnya dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya.
Menurut ulama’ Ushul Fikih adalah sesuatu yang yang diriwayatkan dari Nabi baik yang bukan berupa Al-Quran yang berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum syara’.[11]
Sunnah menurut ulama ushul fikih hanya perbuatan yang dapat dijadikan dasar hukum Islam. Jika suatu perbuatan Nabi tidak dijadikan dasar hukum seperti makan, minum, tidur dan lain-lain maka pekerjaan biasa sehari-hari tersebut tidak dikatakan sunnah.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sunnah menurut ulama hadis lebih bersifat umum yaitu meliputi segala sesuatu yang datang dari nabi dalam bentuk apapun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak, sedangkan sunnah menurut ulama fikih dibatas pada hal-hal yang berkaitaan dengan hukum saja dan yang tidak berkaitan dengan hukum seperti amal mubahat seperti makan, minum, duduk, berdiri, jongkok dan lain-lain termasuk sunnah.[12]
2.      Al-Khabar
Menurut bahasa khabar adalah berita, pemberitahuan, laporan,  mengenai peristiwa, kejadian, dan keadaan. Sedangkan dari segi istilah khabar berarti sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, sahabat dan tabi’in.[13] dengan demikian sumber atau sandaran dari Al-Khabar dapat dari bebagai macam atau beberapa orang termasuk Nabi, seperti sahabat dan tabi’in.
Menurut istilah,  terdapat perbedaan pendapat:[14]
a.       Ada yang mengatakan bahwa khabar itu sama dengan hadits, sehingga maknanya menjadi sama secara istilah.
b.      Ada pula yang berpendapat bahwa hadits adalah segala yang datang dari nabi, sedang khabar adalah yang datang selain nabi seperti sahabat dan tabi’in.
c.       Ada juga yang berpendapat bahwa khabar lebih umum dari hadits. Kalau hadits segala apa yang datang dari nabi, sedang khabar yang datang dari nabi atau dari selain beliau.
Mayoritas ulama melihat Hadits lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang khabar sesuatu yang datang darinya dan dari yang lain, termasuk berita umat terdahulu, para Nabi, dan lain-lain. Misalnya Nabi Isa berkata:…, Nabi Ibrahim berkata:… dan lain-lain, termasuk khabar bukan hadits.[15]
3.      Pengertian Atsar
Atsar menurut bahasa adalah bekas sesuatu. Atau sisa sesuatu,[16] Al-Zarkasyi mengartikan Al-Atsar sebagai sesuatu yang disandarkan kepada sahabat semata. Dengan demikian atsar tidak mempunyai hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Nabi. Menurut istilah ada dua pendapat, pertama, atsar adalah sinonim dari hadits. Kedua, atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in baik perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama’ mendefinisikan: sesuatu yang datang dari selain Nabi yaitu dari para sahabat, tabi’in dan atau orang-orang setelahnya.
Menurut istilah ada dua pendapat:[17]
1. ada yang mengatakan bahwa atsar sama dengan hadits, makna keduanya adalah sama.
2. ada yang berpendapat bahwa atsar berbeda dengan hadits, yaitu apa yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in, baik berupa ucapan dan perbuatan mereka.
C.    Unsur-unsur Hadits
Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur. Dimana unsur tersebut dapat mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur – unsur tersebut yaitu:
1.      Sanad
Menurut bahasa sanad adalah sandaran,  ألمعتمدSesuatu yang di jadikan sandaran,  pegangan, dan pedoman.[18] artinya hubungan atau rangkaian perkara yang dapat dipercaya, dan rentetan rawi hadits sampai pada Nabi Muhammad SAW.
Sanad menurut istilah ialah:      
      سلسلة الرجال الموصلة للمتن.[19]
Silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadits yang menyampaikannya kepada hadis
طريق متن الحديث.[20]
“Jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits.”
Sanad inilah  adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad SAW, atau  orang yang mengkabarkan hadis dari Rasulullah SAW kepada orang yang berikutnya sampai kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadis .
Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang) yang sampai kepada matan hadis.
حدثنا ابن سلام قال اخبرنا محمد بن فضيل قال حدثنا يحي بن سعيد عن ابى سلمة عن ابى هريرة قال : قال رسول الله ص م : من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدّم من ذنبه. (متفق عليه)[21]
Dari hadis diatas sanadnya adalah orang – orang yang menyampaikan matan hadis sampai pada Imam Bukhori, sehingga orang yang menyampaikan kepada imam bukhari adalah sanad pertama dan sanad terakhir adalah Abu Hurairah. Sedangkan Imam Bukhari adalah orang yang mengeluarkan hadis atau yang menulis hadis dalam kitabnya.
Para ahli hadis memberi penilaian terhadap shohih atau tidaknya dapat berdasarkan pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang memenuhi syarat maka dapat mengurangi atau bahkan dapat meragukan kesohihan hadis.
2.      Matan
Matan menurut Bahasa berarti: keras, kuat, sesuatu yang Nampak dan yang asli. Dalam Bahasa arab dikatkan tanah tinggi dan keras.[22]
Dalam perkembangan karya tulis ada matan dan ada syarah. Matan di sini diartikan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat. Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci.
Menurut istilah matan adalah sesuatu kalimat setelah berakhirnya sanad.
ما ينتهي اليه السند من الكلام.[23]  
Matan, yakni sabda Nabi atau isi dari hadis tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang dimaksud oleh hadis.
Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan ulama’, tetapi intinya sma yaitu materi atau berita hadits itu sendiri yang datang dari Nabi. Matan hadits ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
Adapun matan hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari syaz dan ’illat.
Contohnya:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن....[24]
Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.
3.      Rawi
Kata rawi dalam bahasa Arab berasal dari kata riwayah yang berarti memindahkan dan menukilkan. Yakni memindahkan atau menukilkan suatu berita dari seseorang kepada orang lain.[25]
Dalam istilah Ar-rawi adalah orang yang meriwayatkan atau orang yang menyampaikan periwayatan hadits dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun kedalam buku hadits. Untuk menyatakan perawi hadits dikatakan dengan kata “hadits diriwayatkan oleh”.[26]
Sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadits pada setiap generasi terdiri dari perawi. Mereka adalah orang-orang yang menerima dan meriwayatkan atau memindahkan hadits dari seorang guru kepada muridnya atau teman-temannya.[27]
Pemindahan hadis itu, dinamai: Rawi. Rawi pertama, ialah: shahaby dan rawi terakhir ialah: yang mendewankannya, umpamanya bukhary. Beliau adalah perawi terakhir bagi kita.
Sebenarnya antara rawi dan sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada setiap generasi terdiri dari beberapa perawi,. Singkatnya sanad  itu lebih menekankan pada mata rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah tersebut.
BAB III
A.    Kesimpulan
Ringkasnya pengertian Hadits adalah Sesuatu yang datangnya dari Nabi Muhammad SAW. baik itu perbuatan, perkataan, ataupun persetujuan Nabi. Sedangkan ada beberapa istilah yang merupakan sinonim dari Hadits yaitu: As-Sunnah, Atsar, dan Al-Khabar, yang penjelasannya telah disebutkan di depan.
Adapun unsur-unsur penyusun Hadits ada tiga yaitu; Sanad, Matan, Rawi, dan penjelasannyapun juga telah disebutkan diatas, yang ringkasnya Sanad adalah orang yang meriwayatkan hadits yang sampai pada Rasululah SAW. sedangkan Matan adalah isi hadits atau dengan bahasa lain bisa disebut dengan Dawuhnya Rasulullah yang telah diriwayatkan oleh beberapa sanad (orang), dan adapun Rawi adalah orang yang terakhir dalam periwayatan Hadits dan menulisnya sehingga sampai kepada kita.  
B. Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.  
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan. Syaikh Manna. 2015. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al- Qur’an.
Ash Shiddieqy. M. Hasbi. 1988. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: PT Bulan Bintang. Cetakan keempat.
Khon. Abdul Majid . 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH.
Shabir. Muslich. 1985. 400 Hadits Pilihan tentang: Akidah. Syari’ah & Akhlak. Bandung: PT Alma’arif.
الطحان. محمود. دون السنة. تيسير مصطلح الحديث. دار الفكر للطباعة والنشر والتوزيع.



[1] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1988), Cet. kedelapan, Hlm. 20
[2] Ibid, Hlm. 20
[3]  محمود الطحان، تيسير مصطلح الحديث، (دار الفكر للطباعة والنشر والتوزيع، دون السنة)، ص. 14
[4] Al- Qur’an, 52;34
[5] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis………., Hlm. 22
[6] Ibid, Hlm. 23
[7] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), Cet kesembilan, Hlm. 27
[8] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis………., Hlm. 25
[9] Ibid, Hlm. 25
[10] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis…………..Hlm. 29
[11] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis……….,Hlm. 25
[12] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2010), Cetakan keempat, Hlm. 8
[13] Ibid, Hlm. 9
[14] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis…………..,Hlm. 25
[15] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis……  Hlm. 18
[16] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis……….,Hlm. 25
[17] Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis…………..Hlm. 25
[18] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis………., Hlm. 97
[19]  محمود الطحان، تيسير مصطلح الحديث....... ص. 15
[20] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis……….,Hlm. 42
[21] Muslich Shabir, 400 Hadits Pilihan tentang: Akidah, Syari’ah & Akhlak, (Bandung: PT Alma’arif, 1985), Hlm. 119
[22] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis………., Hlm. 103
[23]  محمود الطحان، تيسير مصطلح الحديث....... ص. 15
[24] Muslich Shabir, 400 Hadits Pilihan………., Hlm. 11
[25] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis………., Hlm. 104
[26] Ibid, Hlm. 103
[27] Ibid, Hlm. 103

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.