MAKALAH Metode Filsafat Ilmu Barat dan Islam


MAKALAH Metode Filsafat Ilmu Barat dan Islam
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu 
Silahkan Download di sini...


METODE FILSAFAT ILMU BARAT DAN ISLAM
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Oleh: Ahmad Muflihuddin

BAB I
A.    Latar Belakang
Filsafat pertama muncul di Yunani kira-kira abad ke 7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka. Orang yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thales (624-546 SM), orang inilah yang digelari Bapak Filsafat.
Filosof-filosof Yunani berikutnya yang popular ialah: SokratesPlato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Ada sebagian yang mengatakan bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah komentar-komentar karya Plato. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Banyak pendapat bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya. Filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari filsafat Yunani kuno sebagai awal munculnya sejarah perkembangan filsafat. Filsafat Islam memiliki kisah tersendiri dalam sejarah perkembangannya, dan filsafat Barat juga memiliki riwayat yang berbeda dalam perjalanan sejarah mereka.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Metode Ilmiah dan Filsafat Ilmu?
2.      Bagaimana Hakikat  Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah?
3.      Bagaimana Metode Filsafat Ilmu Islam dan Filsafat Barat?




BAB II
A.    Metode Ilmiah
Metode merupakan prosedur atau cara seseorang dalam melakukan suatu kegiatan untuk mempermudah memecahkan masalah secara teratur, sistematis, dan terkontrol. Ilmiah adalah sesuatu keilmuan untuk mendapatkan pengetahuan secara alami berdasarkan bukti fisis.[1]
Jadi, bila kita menjabarkan lebih luas dari metode ilmiah adalah suatu proses atau cara keilmuan dalam melakukan proses ilmiah (science project) untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang di sebut ilmu, jadi ilmu dmerupakan pengtahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.[2]
Cara untuk memperoleh pengetahuan atau kebenaran pada metode ilmiah haruslah diatur oleh pertimbangan-pertimbangan yang logis (McCleary, 1998). Ilmu pengetahuan seringkali berhubungan dengan fakta, maka cara mendapatkannya, jawaban-jawaban dari semua pertanyaan yang ada pun harus secara sistematis berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Hubungan antara penelitian dan metode ilmiah adalah sangat erat atau bahkan tak terpisahkan satu dengan lainnya. Intinya bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
Dengan adanya metode ilmiah ini pertanyaan-pertanyaan dasar dalam mencari kebenaran seperti apakah yang dimaksud, apakah benar demikian, mengapa begini/begitu, seberapa jauh, bagaimana hal tersebut terjadi dan sebagainya, akan lebih mudah terjawab.
Adapun menurut schoeder et al. mengungkapkan metode ilmiah dimulai dari identifikasi dan perumusan masalah. Setelah masalah ditetapkan dan dibatasi diambil suatu hipotesis untuk dilakukan pengujian dan dari hasil pengujian dapat diambil kesimpulan.[3]

B.     Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut al-Farabi , filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam, wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.[4] Pada dasarnya filsafat merupakan sebuah cara berpikir secara menyeluruh, yaitu suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Dan secara terminologi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mengenai segala sesuatu dengan memandang sebab-sebab terdalam, tercapai dengan budi murni. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan akal atau pikiran.[5]
Untuk pengertian filsafat ilmu, maka filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai suatu disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan.[6] Sedangkan dalam buku lain dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah), atau pemikiran lebih lanjut tentang ilmu itu sendiri.[7] Mengenai landasan penelaahan ilmu, terdiri dari ontologi ilmu, epistimologi ilmu, dan aksiologi ilmu. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu, landasan epistimologi ilmu adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut. Dan terakhir, landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.[8]

C.    Hakikat Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa filsafat sering kali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk dari ilmu. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai.[9]. Juraid Abdul Latif dan Amsal Bakhtiar mengatakan, dalam kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan. Sejak zaman kuno, pertengahan dan modern sekarang ini telah melahirkan suatu cara pandangterhadap gejala alam denagan berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase kehidupan primitif kuno dan klasik menuju manusia modern telah melahirkan lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing masing zaman.
Dalam perkembangan kehidupan ilmu mengalami kemajuan. Perkembangan ilmu ini dapat terwujud karena adanya aktivitas yang berupa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan. Para pengamat yang bukan ilmuan sains menyebut cara kerja ini sebagai metode ilmiah.
Banyak ilmuan mengemukakan bahwa metode ilmiah yang dikemukakan oleh bacon dan popper itu terlalu sederhana dan kurang memadai. Mereka mengemukakan bahwa metode ilmiah terdiri atas serangkaian kegiatan berupa pengenalan dan perumusan masalah, pengumpulan informasi yang relevan, perumusan hipotesis.
Secara Lughawi filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan kebenaran. Maksud sebenernya yaitu pengetahuan tentang ada dari kenyataan yang paling umum dan kaidah–kaidah realitas serta hakikat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti logika, etika  dan teori pengetahuan. Maka problem filsafat dalam hakikatnya memang merupakan problem falsafi yang kaya dengan banyak konsep dan pengertian.
Karakteristik filsafat dapat di identifikasi sebagai berikut:
1.    Filsafat yaitu berfikir secara kritis
2.    Filsafat yaitu berfikir dalam bentuknya yang sistematis.
3.    Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.    Filsafat yaitu berfikir secara rasional.
5.    Filsafat bersifat komprehensif.[10]
Dari beberapa pendapat para ilmuan dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat ilmu itu mengandung konsepsi dasar yang mencangkup hal-hal berikut[11]:
1.      Sikap kritis dan evaluative terhadap kriteria ilmiah.
2.      Sikap sistematis berpangkal pada metode ilmiah.
3.      Sikap analisis objektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah.
4.      Sikap konsisten dalam bangungan teori serta tindakan ilmiah.

D.    Metode Filsafat Ilmu Islam
Dalam khazanah filsafat Islam dikenal tiga buah metodologi pemikiran: bayani, ‘irfani, dan burhani.
1. Bayani
Bayani Secara etimologi, bayani mempunyai arti menyambung, memisah-misahkan, terang dan jelas, kefasihan dan kemampuan dalam menyampaikan, serta kekuatan untuk  menerima dan menyampaikan kejelasan. Pendekatan bayani sudah lama dipergunakan oleh para fuqaha', mutakallimun dan ushulliyun. Bayani adalah pendekatan untuk : a) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam (atau diendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan untuk mengeluarkan makna zahir dari lafz dan 'ibarah yang zahir pula; dan b) Istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an khususnya.
 Bayani adalah suatu epistimologi yang mencakup disipiln-disiplin ilmu yang berpangkal dari bahasa Arab (yaitu nahwu, fikih dan ushulfikih, kalam dan balaghah).[12]
Dalam bahasa filsafat yang disederhanakan, pendekatan bayani dapat diartikan sebagai Model metodologi berpikir yang didasarkan atas teks. Dalam hal ini teks sucilah yang memilki otoritas penuh menentukan arah kebenaran sebuah kitab. Fungsi akal hanya sebagai pengawal makna yang terkandung di dalamnya. Dalam pendekatan bayani, oleh karena dominasi teks sedemikian kuat, maka peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau diinterpretasi. Dalam aplikasinya.
2. Burhani
Burhan adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum - hukum logika. Van Peursen mengatakan bahwa akal budi tidak dapat menyerap sesuatu, dan panca indera tidak dapat memikirkan sesuatu. Namun, bila keduanya bergabung timbullah pengetahuan, sebab menyerap sesuatu tanpa dibarengi akal budi sama dengan kebutaan, dan pikiran tanpa isi sama dengan kehampaan. Burhani atau pendekatan rasional argumentatif adalah pendekatan yang mendasarkan diri pada kekuatan rasio melalui instrumen logika (induksi, deduksi, abduksi, simbolik, proses, dll.). Pendekatan ini menjadikan realitas maupun teks dan hubungan antara keduanya sebagai sumber kajian.
3. Irfani
Kata ‘irfan adalah bentuk masdar dari kata ‘arafa yang berarti ma’rifah (ilmu pengetahuan. Kemudian ‘irfan lebih dikenal sebagai terminologi  mistik  yang  secara  khusus  berarti  “ma’rifah”  dalam pengertian “pengetahuan tentang Tuhan)”. Kalau ilmu (pengetahuan eksoterik) yakni pengetahuan yang diperoleh indera. pengetahuan esoterik yaitu pengetahuan yang diperoleh qalb, ilham, i’iyan (persepsi langsung), dan isyra. Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalam batin, qalb, wijdan, basirah dan intuisi.

E.     Metode Filsafat Ilmu Barat
1.      Rasionalisme
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism.[13] Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”[14]. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Dalam rasio terdapat ide-ide  dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio.
Pokok pemikiran rasionalisme yang di awali oleh Descartes adalah bahwa akal merupakan satu-satunya jalan menuju pengetahuan. Di dalam buku Discourse on Method, dia mencoba untuk sampai pada pokok dari suatu asas atau pemikiran dasar. Dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatupun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan, satu-satunya pengecualian adalah ilmu pasti.[15]
Bagi faham ini, yang di awali oleh Descartes membagi pikiran tentang materi menjadi dua;
a.       Pikiran fitri/instinktif
b.      Pikiran lanjutan (penginderaan/maujud) yang mengekspresikan reaksi jiwa karena pengaruh luar, seperti warna, rasa,dan bau.
2.      Empirisme
Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia[16] yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang  menggunakan  indera. Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme,[17] di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja.
Metode Filsafat ini juga dikenal dengan filsafat materialisme, yakni segala sesuau yang ada bersifat bendawi.[18] Maksudnya bendawi adalah  segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan, segala kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan. Dari uraian inilah kemudian faham ini menyatakan bahwa subtansi  adalah realita yang kemudian dengan disebut dengan teori aktualitas.[19] Bagi Locke, pengalaman itu ada dua; pengalaman lahiriah(sensation) dan pengalaman batiniah (reflection), kedua pengalaman ini mengahasilkan ide tunggal  (simple ideas) dan dengan ini manusia dapat membantuk ide majemuk, dalam hal ini jiwa/ruh bersifat pasif.





BAB III
A.    Kesimpulan
Metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan. Meski, tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah, tetapi untuk memperoleh apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan atau metode ilmiah. Dalam kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja ilmiah dimaksud adalah metode ilmiah.
Hakekat dari metode ilmiah adalah penelitian yang menggunakan penelitian ilmiah, yang berdasarkan fakta yang ada. Dan sesuai dengan karateristik keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Sedangkan hakikat Filsafat ilmu sebaga penerus perkembangan filsafat pengetahuan. objek dari filsafat ilmu yaitu pengetahuan, oleh karena itu setiap saat ilmu berubah mngikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mecari pengetahuan yang baru. Sebagai manusia kita hendaknya sadar atas kemampuan otak kita dalam memperdalam ilmu pengetahuan.
Terdapat benang merah antara ketiganya. Bahwa Metode bayani menekankan kajian dari teks (nas) ijma' dengan ijtihad sebagai referensi dasarnya, sedangkan irfani dibangun di atas semangat intuisi  yang banyak menekankan aspek kewalian (al-wilayah) yang inheren atau kesatuan dengan Tuhan dan burhani menekankan visinya pada potensi bawaan manusia secara naluriyah, inderawi, eksperimentasi, dan konspetualisasi (al tajribah wa muhakamah 'aqliyah).
B.     Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.  


DAFTAR PUSTAKA
Adib. Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi. Epistimologi. Aksiologi dan Logika Ilmu Penegtahuan . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Juhaya S.Praja. 2003. Aliran-aliran Filsafat & etika. Jakarta: Prenada Media.
Latif. Mukhatar.  2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: prenadamedia group.
Lorens Bagus. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suriasumantri.  Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular.  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Purba. Edward. 2014.  Filsafat Pendidikan. Medan : Unimed Press.
Usiono. 2015. Filsafat Ilmu. Bandung : Citapustaka Media.



[1] Dr. Mukhatar Latif, filsafat ilmu, (Jakarta: prenadamedia group 2014), hlm. 129
[2] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular, ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009), hlm. 119
[3] Dr. Mukhatar Latif, Filsafat Ilmu, (Jakarta : prenadamedia group, 2014), hlm. 129
[4] Edward Purba, Filsafat Pendidikan (Medan : Unimed Press, 2014), hlm. .
[5] Ibid,  hlm. 5
[6] Usiono, Filsafat Ilmu (Bandung : Citapustaka Media, 2015), h.6.
[7] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu ……………….  hlm. 33
[8] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Penegtahuan (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 539
[9] Prof.Dr. Mukhtar latif. Filsafat …………….., hlm.122
[10] Prof.Dr. Mukhtar latif. Filsafat ilmu, (Jakarta: prenadamedia group, 2014) Hlm.125
[11] Ibid, Hlm.128
[12] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 29


[13] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 929
[14] Ibid, hlm.929
[15] Juhaya S.Praja, Aliran-aliran Filsafat & etika, ( Jakarta : Prenada Media; 2003), h. 95
[16] Ibid, hlm. 105
[17] Juhaya S.Praja, Aliran-aliran Filsafat & etika…….., hlm. 105
[18] Ibid…..….., hlm. 107
[19] Ibid

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.