MAKALAH Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam
MAKALAH Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam
Silahkan Download disini...
Silahkan Download disini...
TUJUAN
MEMAHAMI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN ISLAM
Mata
Kuliah: Paradigma Baru Dalam Pembelajaran PAI
Oleh : Ahmad Muflihuddin
Oleh : Ahmad Muflihuddin
BAB
I
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam Islam merupakan
sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju perubahan dan kedewasaan.
Kedewasaan dalam bentuk akal, mental, maupun moral dalam rangka menjalankan
fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan khalik-Nya dan
juga sebagai khalifahtul fil ardh pada alam semesta ini.
Dalam lintasan sejarah peradaban
Islam, peran pendidikan benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan
pada zaman kejayaan Islam. Dimana aktualisasi tersebut adalah sebuah proses
dari sekian lama umat muslim berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu keIslaman
yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini dapat kita saksikan ketika
pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban, sehingga peradaban Islam menjadi
peradaban terdepan, sekaligus yang mewarnai peradaban di sepanjang jazirah
arab, asia barat, hingga eropa timur.
Berangkat dari hal yang telah disebutkan di atas
terlihat bahwa adanya sebuah paradigma dalam pendidikan Islam yang memberdayakan peserta didik
merupakan sebuah keniscayaan. Upaya membangun pendidikan Islam berwawasan global dewasa ini
bukan persoalan mudah karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus
memiliki kewajiban untuk melestarikan, menanamkan nilai-nilai ajaran Islam dan
dipihak lain berusaha untuk menanamkan karakter budaya nasional Indonesia dan
budaya global. Upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan global
dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana dan strategis, apabila
nilai-nilai tersebut dapat memasuki relung-relung pendidikan Islam sampai pada
akar-akarnya kemungkinan pendidikan kita akan menemukan jalan keluar,
pendidikan Islam yang berwawasan global yang dimaksud adalah pemikiran yang
terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali
kepemimpinan iptek, sebagaimana zaman keeamasan dulu.[1]
Maka dari itu
kita sebagai penuntut ilmu di anjurkan untuk memahami apa pengertian maupun
tujuan dari paradigma pendidikan islam. Karena paradigma pendidikan Islam merupakan pemikiran yang
mendasar tentang pendidikan Islam, untuk itu penulis tertarik membahas tema ini
yang berjudul tujuan memahami Paradigma baru
Pendidikan islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian paradigma baru pendidikan Islam ?
2.
Bagaimanakah cara memahami tujuan paradigma baru pendidikan Islam?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian
paradigma paradigma baru pendidikan Islam.
2. Untuk
memahami tujuan paradigma baru pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Paradigma Pendidikan Islam
1.
Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap
diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),
bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang
realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin
intelektual. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris
yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin di tahun 1483 yaitu paradigma
yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai)
yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para)
dan memperlihatkan (deik).[2]
Para Ahli telah memberikan uraian
yang cukup banyak untuk menjelaskan makna paradigma. Ali Mudhafir dalam kamus
istilah filsafat menuliskan beberapa pendapat tentang pengertian itu,
diantaranya adalah pendapat Friendrich Robert yang menjelaskan bahwa “paradigma
adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
menjadi pokok persoalannya”.[3]
Paradigma dapat didefinisikan bermacam-macam
tergantung pada sudut pandang yang menggunakannya. Jika dari sudut pandang
penulis, maka paradigma adalah cara pandang seseorang mengenai suatu pokok
permasalahan yang bersifat fundamental untuk memahami suatu ilmu maupun
keyakinan dasar yang menuntun seorang untuk bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Capra (1991) dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa
paradigma adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk
asumsi-asumsi yang ditegakkannya, dalam menggambarkan dan mewarnai
interpretasinya terhadap realita sejarah sains. Sedangkan Kuhn (1962) dalam
bukunya The Structure of Scientific Revolution menyatakan bahwa paradigma
adalah gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai,
teknik dll yang digunakan secara bersama dalam suatu komunitas untuk menentukan
keabsahan suatu masalah berserta solusinya.[4]
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara
yang mendasar dalam memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu
yang digabungkan dengan visi tentang kehidupan tertentu.
Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan paradigma
sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang
melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia
menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut
agar menjadi orang yang berhasil.[5]
Dari beberapa
definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah cara dan
pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam
mengerjakan sesuatu. Jadi, "paradigma baru" berarti cara atau
pola baru dalam melakukan sesuatu.
Paradigma membantu merumuskan
tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab,
bagaimana harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang dikumpulkan
dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian ini dapat
disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa
paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang
masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu
pengetahuan tersebut.
2.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah tarbiyah
yang berasal dari kata kerja rabba, sedang pengajaran dalam bahasa Arab
disebut dengan ta’liim yang berasal dari kata kerja allama. Tarbiyah sering
juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi Saw: addabani rabbtfa ahsana tadibt
(Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan pendidikannya).[6]
Ahmad D. Marimba, mengartikan pendidikan adalah bimbingan jasmani
dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku. Kepribadian utama adalah kepribadan yang sesuai dengan
nilai-nilai kependidikan.[7]
Islam secara etimologi (Bahasa) berarti tunduk, patuh, berserah
diri. Menurut syariat (terminology), Islam sebagai agama adalah wahyu Allah
yang diturunkan kepada para nabi sejak Adam hingga Muhammad SAW, berupa ajaran
yang berisi perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan di akhirat. Dan islam merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh
yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan memberikan pedoman hidup
manusia dalam segala aspek kehidupan jasmaniah, dan ruhaniah, guniaqi dan
ukhrawi.[8]
Jadi
Pendidikan Islam adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari al-Qur’an dan
As-Sunnah yang dijadikan landasan pendidikan. Secara aplikatif pendidikan Islam
artinya mentransformasikan nilai-nilai islam terhadap anak didik dan lingkungan
sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat.[9]
3.
Pengertian Paradigma Pendidikan Islam
Paradigma pendidikan
merupakan pandangan menyeluruh yang mendasari rancang bangun suatu sistem
pendidikan.[10] Pada
saat memahami paradigma pendidikan Islam, maka yang tersirat adalah pendidikan
yang bercirikan khas Islam sehingga mengindikasikan konsep pendidikan yang
secara akurat bersumber pada ajaran Islam.
Ilmu pendidikan Islam didasarkan pada konsep dan teori yang
dikembangkan dari nilai-nilai Islam: al-Qur’an, as-Sunnah dan ijtihad.[11]
Di samping itu, hakikat pendidikan islam adalah suatu proses untuk mencapai
tujuan bahwa manusia di dunia ini adalah menjalankan amanah Allah SWT dalam
arti beribadah kepadaNya. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam surat
Q.S. al-Dzariyat sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (Q.S: al-Dzariyat,56).[12]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa
tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk ”mengabdi” kepada Allah SWT.
Tujuan pendidikan Islam yang utama adalah terbentuk insan-insan yang sadar akan
tugas utamanya di dunia ini. Ibadah dalam pandangan ilmu fiqih ada dua yaitu
ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdhah. Ibadah mahdhah adalah
ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti
shalat, puasa dan haji. Ghoiru mahdhah adalah segala bentuk aktivitas
manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Dalam
penciptaannya manusia diciptakan oleh Allah dengan dua fungsi yaitu sebagai
khalifah dimuka bumi dan sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk
menyembah-Nya.
Dari keterangan diatas jelas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
untuk membentuk manusia sebagai khalifah fi al-ardhi, hamba Allah yang
taat beribadah, pembentukan insan kamil dan tujuan pembentukan manusia yang
bertakwa, beriman dan berakhlak mulia.
B.
Tujuan Memahami Paradigma Baru pendidikan islam
1.
Paradigma baru pendidikan islam
Proses pendidikan yang berakar dari
kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang
cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan
suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi
proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita
era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia,[13]
oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk
terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan
dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari
upaya perubahan tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya
pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top
down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena
pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan
keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam
kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi
non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi pendidikan pada:
disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi
pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan
ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya,
kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama,
kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta
masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan
pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM,
pesantren, dunia usaha,[14]
lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan
pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat nadani
Indonesia.
Berdasarkan pandangan ini, pendidikan Islam sudah harus diupayakan
untuk mengalihkan paradigma yang berorientasi ke masa lalu [abad pertengahan]
ke paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma
pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma pendidikan yang
merintis kemajuan. Mengalihkan paradigma dari yang berwatak feodal ke
paradigma pendidikan yang berjiwa demokratis.[15]
Mengalihkan paradigma dari pendidikan sentralisasi ke paradigma pendidikan
desentralisasi, sehingga menjadi pendidikan Islam yang kaya dalam keberagaman,
dengan titik berat pada peran masyarakat dan peserta didik. Dalam proses
pendidikan, perlu dilakukan “kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan
sektor lain, pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial, pendidikan dalam
rangka pemberdayaan umat dan bangsa, pemberdayaan infrastruktur sosial untuk
kemajuan pendidikan Islam. Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk
mencapai keunggulan, penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi
dalam kemajemukan. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu
secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up
dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta
didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan
perspektif global.”[16]
Rumusan paradigma
pendidikan tersebut, paling tidak memberikan arah sesuai dengan arah
pendidikan, yang secara makro dituntut menghantarkan masyarakat menuju
masyarakat madani Indonesia yang demokratis, relegius, dan tangguh menghadapi
lingkungan global. Maka dalam upaya pembaruan pendidikan Islam, perlu ada
ikhtiar, yaitu strategi kebijakan perubahan diletakan untuk menangkap
kesempatan perubahan tersebut. Maka mau tidak mau, pendidikan Islam harus meninggalkan
paradigma lama menuju paradigma baru, berorientasi pada masa depan, merintis
kemajuan, berjiwa demokratis, bersifat desentralistik, berorientasi pada
peserta didik, bersifat multikultural dan berorientasi pada perspektif global,
sehingga terbentuk pendidikan yang berkualitas dalam menghadapi tantangan
prubahan global menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia. Sebab pada
dataran konsep, pendidikan baik formal maupun non formal “pada dasarnya
memiliki peran penting melegitimasi bahkan melanggengkan sistem dan struktur
sosial yang ada dan sebaliknya pendidikan merupakan proses perubahn sosial.
Tetapi, peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial tersebut, sangat bergantung
pada paradigma pendidikan yang mendasarinya” (Mansour Fakih, 2002 : 18).[17]
Berdasarkan pandangan di
atas, maka peran pendidikan Islam mestinya bukan hanya “dipahami dalam konteks
mikro [kepentingan anak didik yang dilayani melalui proses interaksi
pendidikan], melainkan juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat
yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga
kemanusiaan pada umumnya”,[18]
sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di sekolah dengan
belajar di masyarakat [learning society]. Brubacher dalam bukunya, Modern
Philosophies of Education [1978], menyatakan hubungan pendidikan dengan
masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan
ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu terjadi di masyarakat,
dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut
untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan
sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan secara simultan. Sedangkan, secara
mikro pendidikan senantiasa memperhitungkan individualitas atau karakteristik
perbedaan antara individu peserta didik dalam kerangka interaksi proses belajar.[19]
Dengan demikian,
kerangka acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan sistem pendidikan
Islam menuju masyarakat madani Indonesia, harus mampu mengakomodasikan berbagai
pandangan secara selektif sehingga terdapat keterpaduan dalam konsep, yaitu :
Pertama, pendidikan harus membangun prinsip kesetaraan antara
sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain. Sistem pendidikan harus senantiasa
bersama-sama dengan sistem lain untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani
Indonesia. Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang eksklusif dan terpisah dari
masyarakat dan sistem sosialnya, tetapi pendidikan sebagai suatu sistem terbuka
dan senantiasa berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya. Kedua,
pendidikan merupakan wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan
penciptaan dan pemeliharaan sumber yang berpengaruh, seperti keluarga, sekolah,
media massa, dan dunia usaha. Ketiga, prinsip pemberdayaan masyarakat
dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang
dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Seperti pesantren,
keluarga, dan berbagai wadah organisasi pemuda, diberdayakan untuk dapat
mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik serta menjadi bagian yang terpadu
dari pendidikan. Keempat, prinsip kemandirian dalam pendidikan dan
prinsip pemerataan menurut warga negara secara individual maupun kolektif untuk
memiliki kemampuan bersaing dan sekaligus kemampuan bekerja sama. Kelima,
dalam kondisi masyarakat pluralistik diperlukan prinsip toleransi.
Untuk itu, pendidikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dengan
mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber-sumber tersebut secara dinamik.
Keenam, prinsip perencanaan pendidikan. Pendidikan selalu
dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya
yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia.
Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap
perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan. Ketujuh,
prinsip rekonstruksionis, bahwa kondisi masyarakat selalu menghendaki
perubahan mendasar. Maka pendidikan harus mampu menghasilkan produk-produk yang
dibutuhkan oleh perubahan tersebut. Sedangkan pendekatan rekonstruksionis lebih
berorientasi masa depan dengan tetap berpijak pada kondisi sekarang. Kedelapan,
prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan
pelayanan pendidikan, sifat-sifat peserta didik yang umum maupun yang spesifik
harus menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda
dengan remaja dan dewasa, termasuk perbedaan pelayanan bagi kelompok anak-anak
berkelainan fisik dan mental termasuk pendekatan pendidikan bagi anak-anak di
daerah terpencil tidak dapat disamakan dengan anak-anak di perkotaan. Kesembilan, pendidikan dengan prinsip global,
artinya pendidikan harus berperan dan harus menyiapkan peserta didik dalam
masyarakat global.[20]
Upaya membangun
pendidikan Islam berwawasan global bukan persoalan mudah, karena pada waktu
bersamaan pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk melestarikan,
menamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak lain berusaha untuk menanamkan
karaktek budaya nasional Indonesia dan budaya global. Tetapi, upaya untuk
membangun pendidikan Islam yang berwawasan global dapat dilaksanakan dengan
langkah-langkah yang terencana dan strategis. Misalnya saja, bangsa Jepang
tetap merupakan satu contoh bangsa yang mengglobal dengan tanpa kehilangan
karakternya sebagai suatu bangsa yang maju dengan tetap kental dengan
nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai relegius.[21]
maka pembinaan dan pembentukan nilai-nilai Islam tetap relevan, bahkan tetap
dibutuhkan dan harus dilakukan sebagai “kapital spritual” untuk
masyarakat dan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan global menuju
masyarakat madani Indonesia. Dari pandangan ini, tergambar bahwa peran
pendidikan sangatlah sentral dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa
mengalami penggeseran, sementara “sistem sosial, politik, dan ekonomi bangsa
selalu menjadi penentu dalam penetapan dan pengembangan peran pendidikan”. [22]
Dengan paradigma baru
tersebut, pendidikan Islam harus dapat megembangkan kemampuan dan tingkah laku
manusia yang dapat menjawab tantangan internal maupun tantangan global menuju
masyarakat madani Indonesia. Pendidikan harus dikembangkan berdasarkan tuntutan
acuan perubahan tersebut dan berdasarkan karakteristik masyarakat madani yang
demokratis. Sedangkan untuk menghadapi kehidupan global, proses pendidikan
Islam yang diperlukan adalah mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi, kemampuan
kerja sama, mengembangkan sikap inovatif, serta meningkatkan kualitas. Dengan
acuan ini, secara pasti yang akan terjadi adalah penggeseran paradigma
pendidikan, sehingga kebijakan dan strategi pengembangan pendidikan perlu
diletakan untuk menangkap dan memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan
tersebut, apabila tidak, maka pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yang
“termarginalkan” dan tertinggal ditengah-tengah kehidupan masyarakat global.
2.
Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam
Pergeseran
drastis paradigma pendidikan sedang terjadi, dengan terjadinya aliran informasi
dan pengetahuan yang begitu cepat dengan efisiensi penggunaan jasa teknologi
informasi internet yang memungkinkan tembusnya batas-batas dimensi ruang,
birokrasi, kemampuan dan waktu. Penggeseran paradigma tersebut juga didukung
dengan adanya kemauan dan upaya untuk melakukan reformasi total diberbagai
aspek kehidupan bangsa dan negara menuju masyarakat madani Indonesia, termasuk
pendidikan. Oleh karena itu, pergeseran paradigma pendidikan tersebut juga
diakui sebagai akibat konsekuensi logis dari perubahan masyarakat, yaitu berupa
keinginan untuk merubah kehidupan masyarakat Indonesia yang demokratis,
berkeadilan, menghargai hak asasi manusia, taat hukum, menghargai perbedaan dan
terbuka menuju masyarakat madani Indonesia. Selanjutnya, terjadi perubahan
paradigma pendidikan juga sebagai akibat dari “percepatan aliran ilmu
pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang antara lain
sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal
[SD,SMP,SMU,PT] yang konvensional. Sumber ilmu pengetahuan akan tersebar
dimana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa
kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence [distributed
knowledge]”.[23] Kondisi ini, akan berpengaruh pada fungsi tenaga
pendidik [guru dan dosen] dan lembaga pendidikan “akhirnya beralih dari sebuah
sumber ilmu pengetahuan menjadi “mediator” dari ilmu pengetahuan tersebut.
Proses long life learning dalam dunia pendidikan informal yang sifatnya
lebih learning based dari pada teaching based akan menjadi kunci
perkembangan sumber daya manusia. Peranan web, homepage, cd-rom merupakan
alat bantu yang akan sangat mempercepat proses distributed knowledge semakin
berkembang. Hal ini, secara langsung akan menentang sistem kurikulum yang rigid
dan sifatnya terpusat dan mapan yang kini lebih banyak dianut dan lebih
difokuskan pada pengajaran [teaching] dan kurang pada pendidikan [learning-based]”12.
Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang
sifatnya konsensus bersama dan tidak terikat pada dimensi birokrasi atau structural.
Dengan
demikian, pendidikan Islam harus mulai berbenah diri dengan menyusun strategi
untuk dapat menyongsong dan dapat menjawab tantangan perubahan tersebut,
apabila tidak maka pendidikan Islam akan tertinggal dalam persaingan global.
Maka dalam menyusun strategi untuk menjawab tantangan perubahan tersebut,
paling tidak harus memperhatikan beberapa ciri, yatu : [a] Pendidikan Islam
diupayakan lebih diorientasikan atau “lebih menekankan pada upaya proses
pembelajaran [learning] daripada mengajar [teaching]”. [b]
Pendidikan Islam dapat “diorganisir dalam suatu struktur yang lebih bersifat
fleksibel”. [c] Pendidikan Islam dapat “memperlakukan peserta didik sebagai
individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri [d]. Pendidikan Islam
“merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan”[24] [Zamroni, 2000:9]. Keempat ciri
ini, dapat disebut dengan paradigma pendidikan sistematik-organik yang
“menuntut pendidikan bersifat double tracks, artinya pendidikan sebagai
suatu proses yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan dinamika
masyarakat”.
Dalam “pelaksanaan
pendidikan senantiasa mengaitkan proses pendidikan dengan kebutuhan
masyarakatnya pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya. Karena keterkaitan
ini memiliki arti, bahwa peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang
mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan peserta didik juga ditentukan
oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya”14.
Dengan kata lain pendidikan yang bersifat double tracks, menekankan
pengembangkan pengetahuan melalui kombinasi terpadu antara tuntutan kebutuhan
masyarakat, dunia kerja, pelatihan, dan pendidikan formal persekolahan,
sehingga “sistem pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
dan fleksibilitas yang tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat
yang senantiasa berubah dengan cepat”[25]
Maka dari itu Pendidikan Islam harus berorientasi kepada
pembangunan dan pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualitas, keterampilan,
kecakapan penalaran yang dilandasai dengan “keluhuran moral” dan “kepribadian”,
sehingga pendidikan Islam akan mampu mempertahankan relevansinya di
tengah-tengah laju pembangunan dan pembaruan paradigma sekarang ini, sehigga
pendidikan Islam akan melahirkan manusia yang belajar terus [long life
education], mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan dan
menyelesaikan berbagai problem kehidupan20, serta berdayaguna bagi
kehidupan dirinya dan masyarakat. Paradigma baru pendidikan Islam harus
diorientasikan kepada pembangunan, pembaruan, pengembangan kreativitas,
intelektualisme, keterampilan, kecakapan, penalaran, inovatif, mandiri,
disiplin dan taat hukum, terbuka, dan mampu menghadapi serta menyelesaikan
persoalan pada era globalisasi dengan dilandasi keanggunan moral dan akhlak
dalam usaha membangun manusia dan masyarakat yang berkualitas bagi kehidupan
dalam masyarakat madani Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pertama,“paradigma
baru pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang terus-menerus
harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali kepemimpinan Iptek,
sebagaimana zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru dalam pendidikan
Islam dimulai dari konsep manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap
Iptek, dan setelah itu baru dirumuskan konsep atau sistem pendidikan Islam
secara utuh”. Pendidikan Islam harus dikembangkan berdasarkan paradigma yang
berorientasi pada: [1] Pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah
pendidikan yang menghilangkan atau tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama,
serta ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas dinilai. Selain itu, mengajarkan
agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional,
melainkan juga sisi rasional”. [2] Pendidikan Islam mampu membangun keilmuan
dan kemajuan kehidupan yang integratif antara nilai spritual, moral dan
meterial bagi kehidupan manusia. [3] Pendidikan Islam mampu membangun kompotisi
manusia dan mempersiapkan kehidupan yang lebih baik berupa manusia demokratis,
kompetetif, inovatif berdasarkan nilai-nilai Islam. [4] KeduaPendidikan Islam
harus disusun atas dasar kondisi lingkungan masyarakat, baik kondisi masa kini
maupun kondisi pada masa akan datang, karena perubahan kondisi lingkungan
merupakan tantangan dan peluang yang harus diproses secara capat dan tepat. Kedua,
Pendidikan Islam yang dikembangkan selalu diorientasikan pada perubahan
lingkungan, karena pendekatan masa lalu hanya cocok untuk situasi masa lalu dan
sering tidak tepat jika diterapkan pada kondisi berbeda, bahkan sering kali
menimbulkan problem yang dapat memundurkan dunia pendidikan. Pembaruan
pendidikan Islam diupayakan untuk memberdayakan potensi umat yang disesuai
dengan kebutuhan kehidupan masyarakat madani. Sistem pendidikan Islam harus
dikembangkan berdasarkan karakteristik masyarakat madani yang demokratisasi,
memiliki kemampuan partisipasi sosial, mentaati dan menghargai supermasi hukum,
menghargai hak asasi manusia, menghargai perbedaan [pluralisme], memiliki
kemampuan kompotetif dan kemampuan inovatif.
A. Saran
Sebagai penyusun, penulis
merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya
mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTKA
AH. Sanaky. Hujair. 2003. Paradigma Baru Pendidikan Islam.
Jurnal JPI FfAI Jurusan Tarbiyah Volume VIII Tahun VI Juni.
Baharuddin. 2007. Paradigma
Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi Dari
Al-Quran. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
Bashori. 2017. Paradigma
Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan Hadhari. Jurnal Penelitian. Vol.
11. No. 1. Februari.
Barker. Joel Arthur. 1999. Paradigma Upaya
Menemukan Masa Depan. (Batam: Interajsar)
Departemen Pendidikan Agama. Terjemahan
Al-Qur’an. (Surakarta: Al-Hanan. 2015.)
Diamastuti. Erlina. 2005. Paradigma
Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember. V. 10. N. 1.
Irawan. Deni. 2014. Islam
dan Peace Building. (Jurnal) Religi. Vol X. No. 2. Juli 2014: 158-171
Salahudin. Anas. Filsafat Pendidikan. (Bandung: CV Pustaka
Setia Bandung)
Zamroni. 2000. Paradigma
Pendidikan Masa Depan. (Yogyakarta: Bigraf Publishing)
http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma.
Onno W. Purbo.
2000. Tantangan Bagi Pendidikan
Indonesia. From: http:// www. detik. com/net/ onno/ jurnal/ 20004/
aplikasi/ pendidikan/p-19.shtml.
Surakhmad. Winarno. Profesionalisme
Dunia Pendidikan. From: http://www. Bpk penabur.or.id/
kps-jkt/berita/200006/ artikel2.htm.
[3] Baharuddin, Paradigma
Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Quran, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007), hal. 341
[4] Erlina Diamastuti, Paradigma
Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya,
Jurnal Akuntansi Universitas Jember, V. 10, N. 1, 2005. Hal. 62
[5] Joel Arthur Barker, Paradigma Upaya Menemukan
Masa Depan. (Batam: Interajsar, 1999), Hal. 38
[6] Dr. Moh.
Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta : JG5Yogyakarta, 2009)
Hlm. 14
[7] Anas Salahudin,
Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia Bandung), hlm. 19
[8] Deni Irawan, Islam
dan Peace Building, (Jurnal) Religi, Vol X, No. 2, Juli 2014: 158-171 . hlm
160
[9] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 2009), Hlm. 10
[10] Bashori,
Paradigma Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan Hadhari, Jurnal
Penelitian, Vol. 11, No. 1, Februari 2017, Hlm. 146.
[11] Bashori, Paradigma
Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan….…., Hlm. 146-147
[12] Departemen
Pendidikan Agama, Terjemahan Al-Qur’an, (Surakarta: Al-Hanan, 2015.),
hlm. 520.
[13] Hujair
AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam, Jurnal JPI FfAI Jurusan
Tarbiyah Volume VIII Tahun VI Juni 2003, hal.
5.
[14] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru
Pendidikan Islam…………., hlm. 6
[15]
Winarno Surakhmad, Profesionalisme Dunia Pendidikan, From: http://www.
Bpk penabur.or.id/ kps-jkt/berita/200006/ artikel2.htm, Di akses pada Tanggal, 06 September
2018.
[16] Hujair
AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7
[17] Hujair AH.
Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam………….., hlm. 8
[18] Hujair AH.
Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7
[19] Hujair AH.
Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7
[20] Mansour Fakih, Pendidikan Popular Membangun Kesadaran
Kritis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.16-17.
[21] Mansour Fakih, Pendidikan Popular Membangun Kesadaran
Kritis………, hlm.18
[22] Hujair AH.
Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .10
[23] Onno W. Purbo, Tantangan Bagi Pendidikan Indonesia,
From: http:// www. detik. com/net/ onno/ jurnal/ 20004/ aplikasi/
pendidikan/p-19.shtml. 2000.
[24] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan,
(Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000), hlm. 9.
[25] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan,..………….
hlm.9.
Leave a Comment