MAKALAH Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam

MAKALAH Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam
Silahkan Download disini...
TUJUAN MEMAHAMI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN ISLAM
Mata Kuliah: Paradigma Baru Dalam Pembelajaran PAI
Oleh : Ahmad Muflihuddin


BAB I
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju perubahan dan kedewasaan. Kedewasaan dalam bentuk akal, mental, maupun moral dalam rangka menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan khalik-Nya dan juga sebagai khalifahtul fil ardh pada alam semesta ini.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan pada zaman kejayaan Islam. Dimana aktualisasi tersebut adalah sebuah proses dari sekian lama umat muslim berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu keIslaman yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini dapat kita saksikan ketika pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban, sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan, sekaligus yang mewarnai peradaban di sepanjang jazirah arab, asia barat, hingga eropa timur.
Berangkat dari hal yang telah disebutkan di atas terlihat bahwa adanya sebuah paradigma dalam pendidikan Islam yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Upaya membangun  pendidikan Islam berwawasan global dewasa ini bukan persoalan mudah karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk melestarikan, menanamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak lain berusaha untuk menanamkan karakter budaya nasional Indonesia dan budaya global. Upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan global dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana dan strategis, apabila nilai-nilai tersebut dapat memasuki relung-relung pendidikan Islam sampai pada akar-akarnya kemungkinan pendidikan kita akan menemukan jalan keluar, pendidikan Islam yang berwawasan global yang dimaksud adalah pemikiran yang terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali kepemimpinan iptek, sebagaimana zaman keeamasan dulu.[1]
Maka dari itu kita sebagai penuntut ilmu di anjurkan untuk memahami apa pengertian maupun tujuan dari paradigma pendidikan islam. Karena paradigma pendidikan Islam merupakan pemikiran yang mendasar tentang pendidikan Islam, untuk itu penulis tertarik membahas tema ini yang berjudul tujuan memahami Paradigma baru  Pendidikan islam.

B.     Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian paradigma baru pendidikan Islam ?
2.      Bagaimanakah cara memahami tujuan paradigma baru pendidikan Islam?

C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian paradigma paradigma baru pendidikan Islam.
2.       Untuk memahami tujuan paradigma baru pendidikan Islam.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Paradigma Pendidikan Islam
1.      Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin di tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik).[2]
Para Ahli telah memberikan uraian yang cukup banyak untuk menjelaskan makna paradigma. Ali Mudhafir dalam kamus istilah filsafat menuliskan beberapa pendapat tentang pengertian itu, diantaranya adalah pendapat Friendrich Robert yang menjelaskan bahwa “paradigma adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalannya”.[3]
Paradigma dapat didefinisikan bermacam-macam tergantung pada sudut pandang yang menggunakannya. Jika dari sudut pandang penulis, maka paradigma adalah cara pandang seseorang mengenai suatu pokok permasalahan yang bersifat fundamental untuk memahami suatu ilmu maupun keyakinan dasar yang menuntun seorang untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Capra (1991) dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa paradigma adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk asumsi-asumsi yang ditegakkannya, dalam menggambarkan dan mewarnai interpretasinya terhadap realita sejarah sains. Sedangkan Kuhn (1962) dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution menyatakan bahwa paradigma adalah gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai, teknik dll yang digunakan secara bersama dalam suatu komunitas untuk menentukan keabsahan suatu masalah berserta solusinya.[4]
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan dengan visi tentang kehidupan tertentu.
Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar menjadi orang yang berhasil.[5]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam mengerjakan sesuatu. Jadi, "paradigma baru" berarti cara atau pola baru dalam melakukan sesuatu.
Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.

2.      Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedang pengajaran dalam bahasa Arab disebut dengan ta’liim yang berasal dari kata kerja allama. Tarbiyah sering juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi Saw: addabani rabbtfa ahsana tadibt (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan pendidikannya).[6]
Ahmad D. Marimba, mengartikan pendidikan adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Kepribadian utama adalah kepribadan yang sesuai dengan nilai-nilai kependidikan.[7]
Islam secara etimologi (Bahasa) berarti tunduk, patuh, berserah diri. Menurut syariat (terminology), Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi sejak Adam hingga Muhammad SAW, berupa ajaran yang berisi perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Dan islam merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan memberikan pedoman hidup manusia dalam segala aspek kehidupan jasmaniah, dan ruhaniah, guniaqi dan ukhrawi.[8]
Jadi Pendidikan Islam adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari al-Qur’an dan As-Sunnah yang dijadikan landasan pendidikan. Secara aplikatif pendidikan Islam artinya mentransformasikan nilai-nilai islam terhadap anak didik dan lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat.[9]

3.      Pengertian Paradigma Pendidikan Islam
Paradigma pendidikan merupakan pandangan menyeluruh yang mendasari rancang bangun suatu sistem pendidikan.[10] Pada saat memahami paradigma pendidikan Islam, maka yang tersirat adalah pendidikan yang bercirikan khas Islam sehingga mengindikasikan konsep pendidikan yang secara akurat bersumber pada ajaran Islam.
Ilmu pendidikan Islam didasarkan pada konsep dan teori yang dikembangkan dari nilai-nilai Islam: al-Qur’an, as-Sunnah dan ijtihad.[11] Di samping itu, hakikat pendidikan islam adalah suatu proses untuk mencapai tujuan bahwa manusia di dunia ini adalah menjalankan amanah Allah SWT dalam arti beribadah kepadaNya. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam surat Q.S. al-Dzariyat sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S: al-Dzariyat,56).[12]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk ”mengabdi” kepada Allah SWT. Tujuan pendidikan Islam yang utama adalah terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini. Ibadah dalam pandangan ilmu fiqih ada dua yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti shalat, puasa dan haji. Ghoiru mahdhah adalah segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Dalam penciptaannya manusia diciptakan oleh Allah dengan dua fungsi yaitu sebagai khalifah dimuka bumi dan sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya.
Dari keterangan diatas jelas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia sebagai khalifah fi al-ardhi, hamba Allah yang taat beribadah, pembentukan insan kamil dan tujuan pembentukan manusia yang bertakwa, beriman dan berakhlak mulia.

B.     Tujuan Memahami Paradigma Baru pendidikan islam
1.      Paradigma baru pendidikan islam
Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia,[13] oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha,[14] lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.
 Berdasarkan pandangan ini, pendidikan Islam sudah harus diupayakan untuk mengalihkan paradigma yang berorientasi ke masa lalu [abad pertengahan] ke paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Mengalihkan paradigma dari yang berwatak feodal ke paradigma pendidikan yang berjiwa demokratis.[15] Mengalihkan paradigma dari pendidikan sentralisasi ke paradigma pendidikan desentralisasi, sehingga menjadi pendidikan Islam yang kaya dalam keberagaman, dengan titik berat pada peran masyarakat dan peserta didik. Dalam proses pendidikan, perlu dilakukan “kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lain, pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial, pendidikan dalam rangka pemberdayaan umat dan bangsa, pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan Islam. Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan, penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dalam kemajemukan. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global.”[16]
 Rumusan paradigma pendidikan tersebut, paling tidak memberikan arah sesuai dengan arah pendidikan, yang secara makro dituntut menghantarkan masyarakat menuju masyarakat madani Indonesia yang demokratis, relegius, dan tangguh menghadapi lingkungan global. Maka dalam upaya pembaruan pendidikan Islam, perlu ada ikhtiar, yaitu strategi kebijakan perubahan diletakan untuk menangkap kesempatan perubahan tersebut. Maka mau tidak mau, pendidikan Islam harus meninggalkan paradigma lama menuju paradigma baru, berorientasi pada masa depan, merintis kemajuan, berjiwa demokratis, bersifat desentralistik, berorientasi pada peserta didik, bersifat multikultural dan berorientasi pada perspektif global, sehingga terbentuk pendidikan yang berkualitas dalam menghadapi tantangan prubahan global menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia. Sebab pada dataran konsep, pendidikan baik formal maupun non formal “pada dasarnya memiliki peran penting melegitimasi bahkan melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada dan sebaliknya pendidikan merupakan proses perubahn sosial. Tetapi, peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial tersebut, sangat bergantung pada paradigma pendidikan yang mendasarinya” (Mansour Fakih, 2002 : 18).[17]
Berdasarkan pandangan di atas, maka peran pendidikan Islam mestinya bukan hanya “dipahami dalam konteks mikro [kepentingan anak didik yang dilayani melalui proses interaksi pendidikan], melainkan juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga kemanusiaan pada umumnya”,[18] sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di sekolah dengan belajar di masyarakat [learning society]. Brubacher dalam bukunya, Modern Philosophies of Education [1978], menyatakan hubungan pendidikan dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan secara simultan. Sedangkan, secara mikro pendidikan senantiasa memperhitungkan individualitas atau karakteristik perbedaan antara individu peserta didik dalam kerangka interaksi proses  belajar.[19]
Dengan demikian, kerangka acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan sistem pendidikan Islam menuju masyarakat madani Indonesia, harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan secara selektif sehingga terdapat keterpaduan dalam konsep, yaitu :
Pertama, pendidikan harus membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain. Sistem pendidikan harus senantiasa bersama-sama dengan sistem lain untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang eksklusif dan terpisah dari masyarakat dan sistem sosialnya, tetapi pendidikan sebagai suatu sistem terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya. Kedua, pendidikan merupakan wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber yang berpengaruh, seperti keluarga, sekolah, media massa, dan dunia usaha. Ketiga, prinsip pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Seperti pesantren, keluarga, dan berbagai wadah organisasi pemuda, diberdayakan untuk dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik serta menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan. Keempat, prinsip kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan menurut warga negara secara individual maupun kolektif untuk memiliki kemampuan bersaing dan sekaligus kemampuan bekerja sama. Kelima, dalam kondisi masyarakat pluralistik diperlukan prinsip toleransi. Untuk itu, pendidikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber-sumber tersebut secara dinamik. Keenam, prinsip perencanaan pendidikan. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan. Ketujuh, prinsip rekonstruksionis, bahwa kondisi masyarakat selalu menghendaki perubahan mendasar. Maka pendidikan harus mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh perubahan tersebut. Sedangkan pendekatan rekonstruksionis lebih berorientasi masa depan dengan tetap berpijak pada kondisi sekarang. Kedelapan, prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan pelayanan pendidikan, sifat-sifat peserta didik yang umum maupun yang spesifik harus menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda dengan remaja dan dewasa, termasuk perbedaan pelayanan bagi kelompok anak-anak berkelainan fisik dan mental termasuk pendekatan pendidikan bagi anak-anak di daerah terpencil tidak dapat disamakan dengan anak-anak di perkotaan. Kesembilan,  pendidikan dengan prinsip global, artinya pendidikan harus berperan dan harus menyiapkan peserta didik dalam masyarakat global.[20]
Upaya membangun pendidikan Islam berwawasan global bukan persoalan mudah, karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk melestarikan, menamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak lain berusaha untuk menanamkan karaktek budaya nasional Indonesia dan budaya global. Tetapi, upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan global dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana dan strategis. Misalnya saja, bangsa Jepang tetap merupakan satu contoh bangsa yang mengglobal dengan tanpa kehilangan karakternya sebagai suatu bangsa yang maju dengan tetap kental dengan nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai relegius.[21] maka pembinaan dan pembentukan nilai-nilai Islam tetap relevan, bahkan tetap dibutuhkan dan harus dilakukan sebagai “kapital spritual” untuk masyarakat dan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan global menuju masyarakat madani Indonesia. Dari pandangan ini, tergambar bahwa peran pendidikan sangatlah sentral dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa mengalami penggeseran, sementara “sistem sosial, politik, dan ekonomi bangsa selalu menjadi penentu dalam penetapan dan pengembangan peran pendidikan”. [22]
Dengan paradigma baru tersebut, pendidikan Islam harus dapat megembangkan kemampuan dan tingkah laku manusia yang dapat menjawab tantangan internal maupun tantangan global menuju masyarakat madani Indonesia. Pendidikan harus dikembangkan berdasarkan tuntutan acuan perubahan tersebut dan berdasarkan karakteristik masyarakat madani yang demokratis. Sedangkan untuk menghadapi kehidupan global, proses pendidikan Islam yang diperlukan adalah mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi, kemampuan kerja sama, mengembangkan sikap inovatif, serta meningkatkan kualitas. Dengan acuan ini, secara pasti yang akan terjadi adalah penggeseran paradigma pendidikan, sehingga kebijakan dan strategi pengembangan pendidikan perlu diletakan untuk menangkap dan memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan tersebut, apabila tidak, maka pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yang “termarginalkan” dan tertinggal ditengah-tengah kehidupan masyarakat global.

2.      Tujuan Memahami Paradigma Baru Pendidikan Islam
Pergeseran drastis paradigma pendidikan sedang terjadi, dengan terjadinya aliran informasi dan pengetahuan yang begitu cepat dengan efisiensi penggunaan jasa teknologi informasi internet yang memungkinkan tembusnya batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemampuan dan waktu. Penggeseran paradigma tersebut juga didukung dengan adanya kemauan dan upaya untuk melakukan reformasi total diberbagai aspek kehidupan bangsa dan negara menuju masyarakat madani Indonesia, termasuk pendidikan. Oleh karena itu, pergeseran paradigma pendidikan tersebut juga diakui sebagai akibat konsekuensi logis dari perubahan masyarakat, yaitu berupa keinginan untuk merubah kehidupan masyarakat Indonesia yang demokratis, berkeadilan, menghargai hak asasi manusia, taat hukum, menghargai perbedaan dan terbuka menuju masyarakat madani Indonesia. Selanjutnya, terjadi perubahan paradigma pendidikan juga sebagai akibat dari “percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang antara lain sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal [SD,SMP,SMU,PT] yang konvensional. Sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence [distributed knowledge]”.[23] Kondisi ini, akan berpengaruh pada fungsi tenaga pendidik [guru dan dosen] dan lembaga pendidikan “akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi “mediator” dari ilmu pengetahuan tersebut. Proses long life learning dalam dunia pendidikan informal yang sifatnya lebih learning based dari pada teaching based akan menjadi kunci perkembangan sumber daya manusia. Peranan web, homepage, cd-rom merupakan alat bantu yang akan sangat mempercepat proses distributed knowledge semakin berkembang. Hal ini, secara langsung akan menentang sistem kurikulum yang rigid dan sifatnya terpusat dan mapan yang kini lebih banyak dianut dan lebih difokuskan pada pengajaran [teaching] dan kurang pada pendidikan [learning-based]”12. Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama dan tidak terikat pada dimensi birokrasi atau structural.
Dengan demikian, pendidikan Islam harus mulai berbenah diri dengan menyusun strategi untuk dapat menyongsong dan dapat menjawab tantangan perubahan tersebut, apabila tidak maka pendidikan Islam akan tertinggal dalam persaingan global. Maka dalam menyusun strategi untuk menjawab tantangan perubahan tersebut, paling tidak harus memperhatikan beberapa ciri, yatu : [a] Pendidikan Islam diupayakan lebih diorientasikan atau “lebih menekankan pada upaya proses pembelajaran [learning] daripada mengajar [teaching]”. [b] Pendidikan Islam dapat “diorganisir dalam suatu struktur yang lebih bersifat fleksibel”. [c] Pendidikan Islam dapat “memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri [d]. Pendidikan Islam “merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan”[24] [Zamroni, 2000:9]. Keempat ciri ini, dapat disebut dengan paradigma pendidikan sistematik-organik yang “menuntut pendidikan bersifat double tracks, artinya pendidikan sebagai suatu proses yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakat”.
 Dalam “pelaksanaan pendidikan senantiasa mengaitkan proses pendidikan dengan kebutuhan masyarakatnya pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya. Karena keterkaitan ini memiliki arti, bahwa peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan peserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya”14. Dengan kata lain pendidikan yang bersifat double tracks, menekankan pengembangkan pengetahuan melalui kombinasi terpadu antara tuntutan kebutuhan masyarakat, dunia kerja, pelatihan, dan pendidikan formal persekolahan, sehingga “sistem pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat yang senantiasa berubah dengan cepat”[25]
Maka dari itu Pendidikan Islam harus berorientasi kepada pembangunan dan pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualitas, keterampilan, kecakapan penalaran yang dilandasai dengan “keluhuran moral” dan “kepribadian”, sehingga pendidikan Islam akan mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah laju pembangunan dan pembaruan paradigma sekarang ini, sehigga pendidikan Islam akan melahirkan manusia yang belajar terus [long life education], mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan dan menyelesaikan berbagai problem kehidupan20, serta berdayaguna bagi kehidupan dirinya dan masyarakat. Paradigma baru pendidikan Islam harus diorientasikan kepada pembangunan, pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualisme, keterampilan, kecakapan, penalaran, inovatif, mandiri, disiplin dan taat hukum, terbuka, dan mampu menghadapi serta menyelesaikan persoalan pada era globalisasi dengan dilandasi keanggunan moral dan akhlak dalam usaha membangun manusia dan masyarakat yang berkualitas bagi kehidupan dalam masyarakat madani Indonesia.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pertama,“paradigma baru pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang terus-menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali kepemimpinan Iptek, sebagaimana zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam dimulai dari konsep manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap Iptek, dan setelah itu baru dirumuskan konsep atau sistem pendidikan Islam secara utuh”. Pendidikan Islam harus dikembangkan berdasarkan paradigma yang berorientasi pada: [1] Pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah pendidikan yang menghilangkan atau tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama, serta ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas dinilai. Selain itu, mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan juga sisi rasional”. [2] Pendidikan Islam mampu membangun keilmuan dan kemajuan kehidupan yang integratif antara nilai spritual, moral dan meterial bagi kehidupan manusia. [3] Pendidikan Islam mampu membangun kompotisi manusia dan mempersiapkan kehidupan yang lebih baik berupa manusia demokratis, kompetetif, inovatif berdasarkan nilai-nilai Islam. [4] KeduaPendidikan Islam harus disusun atas dasar kondisi lingkungan masyarakat, baik kondisi masa kini maupun kondisi pada masa akan datang, karena perubahan kondisi lingkungan merupakan tantangan dan peluang yang harus diproses secara capat dan tepat. Kedua, Pendidikan Islam yang dikembangkan selalu diorientasikan pada perubahan lingkungan, karena pendekatan masa lalu hanya cocok untuk situasi masa lalu dan sering tidak tepat jika diterapkan pada kondisi berbeda, bahkan sering kali menimbulkan problem yang dapat memundurkan dunia pendidikan. Pembaruan pendidikan Islam diupayakan untuk memberdayakan potensi umat yang disesuai dengan kebutuhan kehidupan masyarakat madani. Sistem pendidikan Islam harus dikembangkan berdasarkan karakteristik masyarakat madani yang demokratisasi, memiliki kemampuan partisipasi sosial, mentaati dan menghargai supermasi hukum, menghargai hak asasi manusia, menghargai perbedaan [pluralisme], memiliki kemampuan kompotetif dan kemampuan inovatif.

A.    Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.  












DAFTAR PUSTKA

AH. Sanaky. Hujair. 2003. Paradigma Baru Pendidikan Islam. Jurnal JPI FfAI Jurusan Tarbiyah Volume VIII Tahun VI Juni.
Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Quran. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
Bashori. 2017. Paradigma Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan Hadhari. Jurnal Penelitian. Vol. 11. No. 1. Februari.
Barker.  Joel Arthur. 1999. Paradigma Upaya Menemukan Masa Depan. (Batam: Interajsar)
Departemen Pendidikan Agama. Terjemahan Al-Qur’an. (Surakarta: Al-Hanan. 2015.)
Diamastuti. Erlina. 2005.  Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Jurnal Akuntansi Universitas Jember. V. 10. N. 1.
Irawan. Deni. 2014.  Islam dan Peace Building. (Jurnal) Religi. Vol X. No. 2. Juli 2014: 158-171
Salahudin. Anas. Filsafat Pendidikan. (Bandung: CV Pustaka Setia Bandung)
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. (Yogyakarta: Bigraf Publishing)

http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma.
Onno W. Purbo. 2000.  Tantangan Bagi Pendidikan Indonesia. From: http:// www. detik. com/net/ onno/ jurnal/ 20004/ aplikasi/ pendidikan/p-19.shtml.
Surakhmad. Winarno. Profesionalisme Dunia Pendidikan. From: http://www. Bpk penabur.or.id/ kps-jkt/berita/200006/ artikel2.htm. 



[2]  http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma. Diakses pada 05 September 2018 pada jam 13.46 WIB
[3] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),  hal. 341
[4] Erlina Diamastuti,  Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Jurnal Akuntansi Universitas Jember, V. 10, N. 1, 2005. Hal. 62
[5] Joel Arthur Barker, Paradigma Upaya Menemukan Masa Depan. (Batam: Interajsar, 1999), Hal. 38
[6] Dr. Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta : JG5Yogyakarta, 2009) Hlm. 14
[7] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia Bandung), hlm. 19
[8] Deni Irawan, Islam dan Peace Building, (Jurnal) Religi, Vol X, No. 2, Juli 2014: 158-171 . hlm 160
[9]  Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), Hlm. 10
[10] Bashori, Paradigma Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan Hadhari, Jurnal Penelitian, Vol. 11, No. 1, Februari 2017, Hlm. 146.
[11] Bashori, Paradigma Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan….…., Hlm. 146-147
[12] Departemen Pendidikan Agama, Terjemahan Al-Qur’an, (Surakarta: Al-Hanan, 2015.), hlm. 520.
[13] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam, Jurnal JPI FfAI Jurusan Tarbiyah Volume VIII Tahun VI Juni 2003, hal.  5. 
[14]  Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam…………., hlm. 6
[15] Winarno Surakhmad, Profesionalisme Dunia Pendidikan, From: http://www. Bpk penabur.or.id/ kps-jkt/berita/200006/ artikel2.htm,  Di akses pada Tanggal, 06 September 2018. 
[16] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7 
[17] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam………….., hlm. 8
[18] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7 
[19] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .7 
[20] Mansour Fakih, Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.16-17. 
[21] Mansour Fakih, Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis………,  hlm.18
[22] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Baru Pendidikan Islam,……….., hlm .10
[23] Onno W. Purbo, Tantangan Bagi Pendidikan Indonesia, From: http:// www. detik. com/net/ onno/ jurnal/ 20004/ aplikasi/ pendidikan/p-19.shtml. 2000. 
[24] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000), hlm. 9. 
[25] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan,..…………. hlm.9. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.