JURNAL Peran Lembaga Pendidikan Islam Klasik Dalam Mencetak Ulama

JURNAL Peran Lembaga Pendidikan Islam Klasik Dalam Mencetak Ulama
Silahkan Download disini...


PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM KLASIK DALAM MENCETAK ULAMA
Ahmad Muflihuddin
172012096
Program Studi Pendidikan Agama Islam
UIN Sultan Hasanuddin Banten
"Jurnal Pendidikan"

Abstrak
Pendidikan Islam secara historis dimulai pada zaman Rasulullah SAW. dalam bentuk membimbing dan mendidik para sahabatnya dengan ajaran Islam yang merupakan penjelasan dari ayat-ayat al-Qur’an yang beliau terima dari Allah melalui Jibril. Pada masa itu, pendidikan Islam berkisar aktivitas baca tulis al-Qur’an beserta makna yang dikandungnya. Pasca wafatnya, pendidikan dilanjutkan oleh para sahabat, tabi’în, dengan pengembangan yang cukup signifikan, dengan ditambahnya materi pendidikan Islam—sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat muslim saat itu. Pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, pendidikan Islam berkembang pesat baik materi, metode, dan tempat-tempat pendidikan sebagai imbas semakin berkembangnya komunitas muslim menjadi komunitas kosmopolit yang ditandai dengan maju pesatnya berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, klasik, ilmu pengetahuan, Umayyah, Abbasiyah

A.    Pendahuluan
Pendidikan Islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW.  Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus - meneruskan pasca generasi nabi. Pembaharuan-pembaharuan dalam islam telah  mengalami kemajuan yang sangat pesat pada zaman dinasti Umayyah dan Abbasiyah.Namun sayang kemajuan tersebut tidak dapat dipegang erat oleh umat islam saat ini, hingga pada akhinya kemajuan dari dunia baratlah yang kini menjadi kiblat ilmu pengetahuan padahal mereka bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan metode berfikir islam yang rasional pada massa klasik.
Penulis mengharapkan dari Jurnal ini dapat meningkatkan kesadaran umat islam akan pentingnya pendidkan dan akan lahir kontribusi pemikiran mengapresiasi sosok pemikir pada zaman klasik yang karyanya membanjiri "ladang-ladang pengetahuan" dan menyentuh seluruh aspek keilmuan ini.

B.     Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam Klasik
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari bahasa kata dasar didik .Pendidikan sebagai kata benda berati proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[1]
Pendidikan menurut istilah adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal.[2]
Islam secara etimologi (Bahasa) berarti tunduk, patuh, berserah diri. Menurut syariat (terminology), Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi sejak Adam hingga Muhammad SAW, berupa ajaran yang berisi perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Dan islam merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan memberikan pedoman hidup manusia dalam segala aspek kehidupan jasmaniah, dan ruhaniah, guniaqi dan ukhrawi.[3]
Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:  
Menurut Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany yang dikutip oleh Mahmud dalam buku pemikiran pendidikan islam mendefinisikan pendidikan islam sebagai perubahan yang diinginkan dan diusahakan, baik pada tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya,atau  dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[4]             
Dr. Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Jadi Pendidikan Islam adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari al-qur’an dan As-Sunnah yang dijadikan landasan pendidikan. Secara aplikatif pendidikan Islam artinya mentransformasikan nilai-nilai islam terhadap anak didik dan lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat.[5]
Pemikiran berasal dari kata pikir yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikir yaaitu menggunakan akal budi untuk memuttuskan persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu secara bijaksana.
Untuk memahami pemikiran pendidikan islam, kata islam merupakan sebagai kata kunci yang khas pada pemikiran pendidikan.Jadi dapat didefinisikan bahwa pemikiran pendidikan islam adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki ciri islami.[6]
Klasik artinya kuno yang  mempunyai nilai atau mutu yang diakui dan menjadi tolok ukur kesempurnaan yang abadi; tertinggi; karya sastra yg bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolok ukur atau karya susastra zaman kuno yang bernilai kekal; termasyhur karena bersejarah.
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya.Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.[7]
Dari pengertian-pengartiaan diatas penulis menyimpulkan bahwa pemikiran pendidikan islam klasik adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki ciri islami yang diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis yang bertujuan untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya islam.

C.    Landasan Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar’i , ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar  dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan  akhlak, dengan merujuk kepada kedua sumber asal (Al-Qur’an dan Hadits) sebagai sumber  utama.[8]
Landasan dasar pendidikan islam terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist yaitu sebagai berikut :
1.      QS. Al-Alaq 1-5
إقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5(
Artinya :”Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan tuhanmu lah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui.[9]
2.      QS. Al-Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ
Artinya :”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.”(QS.Al-Mujadalah:11[10]
Menjadikan al Qur’an dan Hadits sebagai dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan kepada keyakinan semata. Dengan demikian wajar jika kebenaran itu kita kembalikan pada pembuktian akan kebenaran pernyataan Firman Allah:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ[11]
Kitab (al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang taqwa (QS Al-Baqarah:2).
Dasar yang kedua setelah alqur'an adalah hadits (Assunnah). secara harfiyah assunah mempunyai arti jalan, tabiat, perkehidupan.[12] abdul wahab khlaf memberikan definsisi secara istilah bahwa assunah adalah apa saja yang datang dari Rosulullah SAW, baik perkataan, perbuatan maupun persetujuan.dari definisi yang ada maka dapat kita ketahui assunah adalah semua sabda atau perbuatan shahabatnya karena dinilai baik.[13]
Assunah di jadikan sebagai landasar pendidikan islam yang kedua, dan rasulullah SAW. telah meletakkan dasar-dasar kependidikan islam semenjak belia diangkat menjadi utusan Allah seperti beliau menddik wudlu, sholat dzikir dan berdo'a.
Telah kita ketahui bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw salah satunya untuk memeperbaiki moral atau akhlak manusia, sebagaimana sabdanya :
اِنَّمَا بُعثْتُ لأُ تْمّمَ مَكَا رمَ الأَ خْلاَ قا.   (رواه مسلم)
Artinya :
Sesungguhnya aku diutus tiada lain adalah untuk  Menyempurnakan akhlak”. (HR. Muslim)
Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahami termasuk yg berkaitan dgn pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan terhadap beberapa pembenaran dan mendesak utk segara ditampilkan yaitu :Menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yg bersifat umumSunnah mengkhitmati Al-Qur’an.
Dari Abi Darda ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang, sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang sempurna”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Al-qur'an dan hadis (assunah) disebut sebagai dasar pokok, sedangkan sikap dan perbuatan sahabat serta ijtihad diseut sebagai dasar tambahan. Ijtihad sendiri adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha'-fuqaha' islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannnya dalam alqur'an dan hadit dengan syarat-syarat tertentu.[14] ijtihad digunakan ketika dalam al-qur'an dan hadits dijumpai arti umum saja, maka para ahli hukum islam menggunakan ijtihad dalam menentukan hukumnnya.
Landasan dasar pendidikan Islam yang keempat adalah Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum. Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula. Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. firman Allah SWT.



D.    Peran Lembaga Pendidikan Islam Klasik Dalam Mencetak Ulama
Lembaga pendidikan islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan diantara nya lembaga yang mencetak ulama besar pada masa klasik adalah:
1.      Al-Shuffah
Ketika Nabi Saw, pindah ke Madinah, pekerjaan pertama kali yang beliau lakukan adalah membangun masjid. Pada salah satu bagian masjid itu beliau pergunakan secara khusus untuk mengajar para sahabat. Ruangan itu dikenal dengan sebutan “al-Shuffah”.[15]
Menurut Prof. Muhammad Mustafa Azami yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa pendidikan al-shuffah merupakan perguruan tinggi yang pertama kali dalam islam, karena nabi Muhammad sebagai staf pengajar sedangkan para mahasiswanya adalah para sahabat beliau.
Bidang-bidang studi yang diajarkan di al-shuffah adalah Alquran, tajwid, dan semua ilmu ke Islaman di samping membaca dan menulis. Dan tujuan utama al-shuffah adalah mensucikan hati dan menerangi jiwa, sehingga mereka dapat meningkatkan diri dari tingkatan iman ke tingkatan ihsan.
Di samping itu, perguruan tinggi al-shuffah memiliki banyak alumni di antaranya:
a.                   Abu Hurairah
Abu Hurairah r.a. adalah nama gelar yang diberikan Rasulullah Saw. Nama  aslinya di zaman jahiliah adalah Abdus Syamsi. Kemudian setelah masuk   Islam, ia berganti nama Abdul . Ia dapat meriwayatkan sebanyak 5.374 hadis.
b.      Abdullah bin Umar
Abdullah bin umar adalah putra Umar bin Khattab dan teman Hafshah istri   Nabi Muhammad Saw.Ia telah meriwayatkan sebanyak 2.630 hadis.[16]
c.       Abdullah bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil Al-Hadri yang bergelar Abu Abdurrahman,  termasuk golongan sahabat besar yang dekat dengan Rasulullah Saw dan telah meriwayatkan hadist sebanyak 848 hadist.
d.      Abdullah bin Amr bin Ash
Abdullah bin Amr bin Ash adalah seorang ahli fiqih yang selalu menunaikan  shalat, bertobat dan beribadah. Ia menerima hadis dari Rasulullah sebanyak 7.000 hadis.
2.      Al-Azhar
Al-Azhar sebagai bukti historis monumental dan produk peradaban Islam yang tetap eksis sampai sekarang merupakan lembagaa tertua di dunia islam. Serta sebagai pelopor kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.[17] Pada awalnya al-Azhar bukan sebagai perguruan tinggi, tetapi al-Azhar merupakan sebuah masjid yang oleh khalifah Fatimiah dijadikan sebagai pusat untuk menyebarkan dakwah mereka. Pada masa itu pula dibangun gedung atau istana khalifah yang berfungsi sebagai tempat untuk mengkoordinir dakwah dan membantu penyebarluasannya. Untuk menangani hal ini, dipilih dari seorang kepala dari para da’i yang telah memenuhi persyaratan, di antara persyaratannya ialah orang alim dari mazhab ahlul bait. Adapun para alumni dari Universitas al-Azhar di antaranya.
a.              Syaikh Imam Muhammad Al-Khuraisy
b.              Syaikh Imam Ibrahim Al-Barmawi
c.              Syaikh Imam Muhammad Al-Maraghi
3.      Madrasah Nizhamiya
 Madrasah Nizhamiyah merupakan satu institusi pendidikan Islam yang tersebar di seluruh wilayah kekuasaan Saljuk. Dalam Perjalanannya ternyata keberadaan Madrasah Nizhamiyah tetap eksis dalam waktu yang lama. Hal ini dikarenakan keterlibatan wajir Nizhamul Mulk sangat besar dengan memberikan beberapa fassilitas yang memadai, seperti dana yang cukup besar, guru-guru yang profesional, dan perpustakaan lengkap memuat lebih dari 6.000 jilid buku.[18]
Madrasah  Nizhamiyah berkembang sangat cepat dengan menyelenggarakan sistem pendidikan yang maju dan paling modern di zamannya serta memiliki jaringan sekolah yang menyebar di seluruh wilayah Islami.
 Diantara alumni madrasah Nizhamiyah yang sangat terkenal dan mengajar di almamaternya adalah:
a.       Al-Ghazali
     Beliau dikenal sebagai seorang ahli filosof, ahli fiqih, sufi, reformer dan juga negarawan. Al-Ghazali menulis lebih dari 400 dan risalah-risalah
b.      Al-Juwaini
     Ia adalah seorang ahli fiqih, ushul fiqih, dan ilmu kalam. Beliau terkenal dengan julukan Imam Haramain karena pernah tinggal di dua tanah suci (makkah dan madinah).[19]
Atas permintaan Perdana Menteri Nizhamul Mulk, Al-Juwaini kembali ke  negerinya dan mengajar di Madrasah Nizhamiyah sampai akhir hayatnya.



E.     Perkembangan Pendidikan Islam Klasik
 Sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Pendidikan pada periode klasik antara tahun 650-1250 M.
1.      Masa Nabi Muhammad SAW (611-632 M./12 SH.-11 H)
Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad merupakan prototype yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya.[20]
Nabi Muhammad sebagai seorang yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik (mu’allim). Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah pengajar atau pendidik muslim pertama.[21]
Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan ajaran Islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai unsur budaya bangsa Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bangsa Arab. Dalam proses pembudayaan ajaan Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam mendatangkan sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentang sama sekali dengan unsur budaya yang telah ada sebelumnya yang sudah menjadi adat istiadat. Ada kalanya Islam mendatangkan ajarannya bersifat meluruskan kembali nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah menyimpang dari ajaran aslinya.

2.      Pendidikan Islam Di Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M./12-41 H.)
Setelah Rasulullah wafat,maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abubakar, Umar bin Khattab,Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Sistem pendidikan Islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa khalifah Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga, pada masa Abu Bakar misalnya, lembaga pendidikan kuttab.Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan al-Quran merupakan fardlu kifayah.[22]
Peserta didik yang telah selesai mengikuti pendidikan dikuttab mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih “tinggi”, yakni di masjid. Di masjid ini, ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan di antara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menengah, gurunya belum mencapai status ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi, para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui oleh masyarakat. 
Pada lembaga pendidikan kuttab dan masjid tingkat menengah, metode pengajaran dilakukan secara seorang demi seorang–mungkin dalam tradisi pesantren, metode itu biasa disebut sorogan, sedangkan pendidikan di masjid tingkat tinggi dilakukan dalam salah satu halaqah  (lingkaran) artinya proses pembelajaran dilaksanankan dimana murid-murid melingkari gurunya.[23]
Pada masa ini juga sudah terdapat pengajaran bahasa Arab. Dengan dikuasainya wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai pengantar diwilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pelajaran Islam.
            Pada masa khalifah Usman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian juga pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Para sahabat diperbolehkan dan diberi kelonggaran meninggalkan Madinah untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki. Dengan tersebarnya sahabat-sahabat besar keberbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar sehingga pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin tidak hanya di Madinah, tetapi juga menyebar di berbagai kota, seperti kota Makkah dan Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan Kufah (Irak), kota Damsyik dan Palestina (Syam), dan kota Fistat (Mesir). Di pusat-pusat daerah inilah, pendidikan Islam berkembang secara cepat.

3.      Pendidikan Islam di Masa Dinasti Umayyah (41-132 H. / 661-750 M.), dan Dinasti Abasiyah (132-656 H./750-1258 M.)
Dengan berakhirnya masa Khulafaur Rasyidin maka mulailah kekuasaan Bani Umayyah. Pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin. Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam masa ini, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.[24] Sebagaimana dipahami dari konstruksi sejarah bani Umayyah–yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang polemik tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma  berfikir secara mandiri.
Pada zaman dinasti Umayyah dan Abbasiyah, telah adanya penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, ilmu tatalaksana, dan seni bangunan.[25]
Filsafat Yunani mulai berpengaruh dikalangan ilmuwan Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah dan mencapai puncaknya pada masa Bani Abbasiyah ketika karya-karya filosof Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Syriah oleh Hunayn dan anaknya menerjemahkan dari bahasa Syaria ke bahasa Arab.
Pengaruh dari gerakan penerjemahan ini terlihat dalam pengembangan ilmu pengetahuan umum yang memberikan motivasi bagi ilmuwan muslim untuk lebih banyak berkarya dalam kemajuan pendidikan Islam, sehingga muncul ilmuwan seperti Jabir ibn Hayyan, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Al-Fazari, Ibnu Umar Khayyam, Ibnu Rusyd, dan sebagainya.[26]
Melalui orang-orang kreatif, seperti  itulah pengetahuan Islam telah melakukan investigasi dalam ilmu kedokteran, teknologi,matematika, geografi dan bahkan sejarah.
Ada lembaga yang dibuat pemerintah yaitu madrasah yang dalam pembuatannya itu sendiri terdapat kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu kepentingan mazhab fiqih, teologi,kepentingan politik dan lain-lain.Pada masa Dinasti Bani Abasiyah sudah muncul lembaga-lembaga pendidikan yangdi buat oleh pemerintah, antara lain ; (1) lembaga pendidikan dasar (al-kuttab),[27] (2) lembaga pendidikan masjid (al-masjid), (3)al-hawanit al-waraqin, (4) tempat tinggal para sarjana (manazil al-‘ulama), (e) sanggar seni dan sastra (al-shalunat al-adabiyah), (f) perpustakaan (dawr al-kutub wa dawr al-‘ilm), dan (g) lembaga pendidikan sekolah (al-madrasah).
Semua ‘institusi’ itu memiliki karakteristik tersendiri dan kajiannya masing-masing. Secara umum, seluruh lembaga pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat.Pertama, tingkat rendah yang terdiri dari kuttabKedua, tingkat sekolah menengah yang mencakup masjid, dan sanggar seni, dan ilmu pengetahuan, sebagai lanjutan pelajaran di kuttab.Ketiga, tingkat perguruan tinggi yang meliputi masjid, madrasah, dan perpustakaan, seperti Bait al-Hikmah di Baghdad dan Dar al-‘ulum di Kairo.

F.     Penutup
Pemikiran pendidikan islam klasik adalah pemikiran pendidikan yang secara khas memiliki ciri islami yang diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis yang bertujuan untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan waris.
Pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan – kemampuan dasar dan kemampuan belajar, Lembaga pendidikan islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan.  Landasan dasar pendidikan islam bersumber dari al-qur’an, hadis dan Ijtihad juga Qiyas.
Lembaga pendidikan islam memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan diantara nya lembaga yang mencetak ulama besar pada masa klasik.  Sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Pendidikan pada periode klasik antara tahun 650-1250 M.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahan Al-hikmah. 2005. Bandung:  Diponegoro.
Basri. Hasan 2009. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia).
Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo. 2001. Paradigma Pendidikan Islam.Cet 1 (Pustaka Pelajar.)
Irawan.  Deni. 2014. Islam dan Peace Building. Religi. Vol X. No. 2. Juli 2014.
Mahmud. 2011. Pemikiran Pendidikan Islam. (Bandung : Pustaka Setia).
Ramayulis. H. Ilmu Pendidikan Islam. 2002. Cet 3 (Jakarta: Kalak Mulia).
Sri Wahyuningsih. Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang. Jurnal Kependidikan. Vol. II No. 2 November 2014.
Yatim. Badri. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Rajawali Pers).
http://landasanpendidikanislam-bdl.blogspot.co.id/2015/05/landasan-pendidikan-islam.html



[1] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia 2011), hlm.19
[2] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 101
[3] Deni Irawan,  Islam dan Peace Building, Religi, Vol X, No. 2, Juli 2014, Hlm. 160
[4] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam……………………………, hlm.24
[5] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Hlm. 10
[6] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam……………………………, hlm.26
[8] Bella Dwi Lestari , Landasan Pendidikan Islam, di kutip dari http://landasanpendidikanislam-bdl.blogspot.co.id/2015/05/landasan-pendidikan-islam.html, di akses pada 15 Maret 2018, 23:40 WIB
[9] Al-Quran dan Terjemahan Al-hikmah, (Bandung : Diponegoro, 2005), hlm.597
[10] Al-Quran dan Terjemahan Al-hikmah, …………….., hlm.543
[11] QS, 02 : 02
[12] Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, Paradigma Pendidikan Islam,Cet 1 (Pustaka Pelajar, 2001), Hlm 35
[13] Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, Paradigma Pendidikan Islam,………… Hlm 37

[14] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet 3 (Jakarta: Kalak Mulia, 2002), hlm. 60
[15] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,20120, hlm.101
[16] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, …………….., hlm. 105
[17] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, ,……………, hlm. 106
[18] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam…………….., Hlm. 109
[19] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, …………., Hlm. 110
[20] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, ……………..hlm. 10
[22] http://kajianislamnugraha.blogspot.com/2009/12/revealing-characteristics-of classical.html,2013, 15 April 2014
[23] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, …………………., hlm. 34
[24] Sri Wahyuningsih, Implementasi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang, Jurnal Kependidikan, Vol. II No. 2 November 2014, Hlm. 200

[25] Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, (Karya Toha Putra), Hal 11.
[26] Badri Yatim, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),hlm. 57
[27] Badri Yatim, Sejarah Pendidikan Islam……………………………….., 129

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.